Trip To Japan Part 3

Kyoto

Salah satu kota besar di Jepang. Bahkan Kyoto sempat pernah menjadi ibu kota Jepang untuk beberapa saat.

Seperti biasa kami singgah di 7 eleven untuk mencari sarapan terlebih dahulu. Mungkin para staff di 7 eleven sudah bosan melihat kami yang setiap hari datang untuk sarapan. Saya mencoba spageti instan di 7 eleven. Begini penampakannya:

Kita pun melanjutkan perjalanan kami. Perjalanan ditempuh dalam waktu lebih kurang 1 jam. Suhu di Kyoto sedikit lebih dingin dibandingkan dengan Osaka. Saya pun memakai jaket ketat-ketat agar tidak kedinginan.

Pertama-tama, kita mengunjungi Nishiki Market. Sesuai namanya "Market", tempat ini adalah pasar dimana mereka menjual makanan maupun barang khas Jepang. Mulai dari sushi, takoyaki, dan snack-snack Jepang yang saya juga tidak tau namanya. Maklum, sebagian besar masih bertulisan Jepang.

Kami mencoba beberapa snack kecil khas Jepang sambil berkeliling. Uniknya adalah sepanjang jalan kami tidak menemukan tempat sampah. Jadi bagaimana dengan bekas makanan ringan kami? Kami harus kembalikan kepada penjualnya atau kami bawa sampai menemukan tempat sampah. Pengalaman unik nya adalah ketika kami buang sampah di kios lain, kami sempat dimarahi oleh penjual. Sampai saat ini, saya belum mengerti mengapa tidak boleh menitip sampah di tempat orang lain.

Tour guide ada menjelaskan mengapa di Jepang jarang ditemukan tempat sampah. Pertama adalah mereka khawatir kalau tempat sampah dimanfaatkan oleh para teroris untuk meletakkan alat peledak sebab tempat sampah merupakan tempat yang paling jarang diperhatikan orang isinya. Kedua adalah bahwa para masyarakat Jepang sudah terlatih untuk membuang sampah masing-masing. Ketiga adalah semua sampah di Jepang harus ada pengkategorian antara yang bisa di daur ulang atau tidak dapat di daur ulang sehingga akan lebih baik jika sampah diurus masing-masing.

Karena perjalanan cukup memakan waktu, tiba saatnya kami mencari makan siang. Tour guide merekomendasikan kalau di sana ada sebuah restoran ramen yang terkenal bahkan untuk mau makan disana harus ngantri terlebih dahulu. Sebagian dari kami ingin mencoba lebih jauh makanan kecil Jepang, sebagian yang lainnya kita mengantri ramen enak.


Nah, seperti yang pernah dijelaskan kemarin kalau beberapa restoran di Jepang memiliki aturan bahwa masing-masing orang diwajibkan memesan makanannya masing-masing alias tidak sharing. Peraturan itu berlaku juga untuk restoran ini. Nah kami menunggu cukup lama untuk bisa menyantap di sini dan bahkan setelah menunggu pun kami tidak dapat duduk di meja yang sama. Ramai sekali pokoknya.

Setelah makan siang, kami pun pergi ke lokasi berikutnya yang terletak tidak jauh dari Nishiki Market yaitu Yasaka Shrine. Kami mengelilingi jalan-jalan disana.

Nah, ada sebuah kesan yang sangat kuat tentang Kyoto. Bagi saya, Kyoto lebih terasa tradisional. Budaya mereka terkesan lebih kuat dibandingkan Osaka. Dapat dilihat dari bangunan-bangunan di Kyoto yang lebih seperti Jepang tempo dulu. Cara berpakaian orang Kyoto pun lebih kelihatan ke-jepang-an dibanding di Osaka yang sudah serupa dengan gaya orang Asia lainnya.

Saya pun tidak dapat menahan diri untuk mengambil selfie. Hasilnya? Hmm. Menurut saya lumayan. Hehehe

 Banyak yang berkomentar kalau di foto ini saya mirip sekali dengan orang Jepang. Mungkin karena sipitnya kali ya? Hehehe.






Bangunan yang di belakang saya itu yang disebut dengan Yasaka Pagoda. Pagoda dengan 5 lantai. Bisa dilihat dalam foto juga bangunan-bangunan perumahan ala Kyoto. Seperti apa ya? Seperti yang ada dalam komik Doraemon gak yah?

Seperti yang pernah saya bilang, kalau saya kepikiran ingin makan soft cream sepanjang perjalanan saya. Kebetulan lagi si tour guide mengatakan kalau ada soft cream yang enak. Terbuat fresh dari susu soya. Jadi, saya tanpa ragu mencobanya walaupun harganya sedikit lebih mahal dibanding dengan soft cream biasa:


Lihat perbedaannya? bahkan sampai ada awardnya loh! Bagi kalian yang akan visit ke Jepang, jangan ketinggalan Cremia nya loh. Karena Cremia ada cabang dimana-mana (asal peka saja).

Kami sempat menyampaikan kerinduan kami akan kopi. Starbucks salah satunya. Tour guide langsung respon positif. Dia katakan disini ada satu Starbucks yang unik. Satu-satunya Starbucks yang mengikuti gaya ala Jepang dan jika memang kita suka Starbucks, kita harus pergi.


Namun nasib kami sial. Kita tidak sempat menikmatinya bukan karena ramai namun karena tidak beroperasional karena alasan sedang upgrade fasilitas. Tampak luarnya saja sudah Jepang banget kok, penasaran full dalamnya bagaimana. Mungkin lain kesempatan saya harus kembali ke sini lagi.

Kami pun melanjutkan perjalanan kami untuk ke stasiun dan pulang. di tengah jalan pun kami berhenti sejenak untuk mengambil foto karena pemandangan yang bagus. Namun sang tour guide sedikit penasaran dan ternyata dia menemukan sebuah cafe yang jualan matcha. Matcha atau lebih familiar green tea powder memang terkenal di Jepang. Cafe ini dikatakan baru karena sebelumnya sang tour guide tidak menemukan, jadi kami singgah sebentar sebagai gantinya Starbucks.

Es lagi? Hahaha. Ada yang panas kok kalau kalian takut makan yang dingin pada musim dingin. Sebenarnya tidak begitu terasa dingin. Mungkin karena suhu di luar dengan makanan tidak beda jauh ya, jadi tidak begitu terasa dingin sih. Kecuali bagian tangan ketika memegang gelasnya.

Setelah itu, kami pun melanjutkan perjalanan kami. Kami diceritakan bahwa pada sore hari di Kyoto kita akan menemukan "Geisha" jika beruntung. Apa itu Geisha? Geisha adalah wanita Jepang yang menyambut/melayani tamu. Geisha dilatih secara khusus dan hanya orang yang melewati tes tertentu yang dapat menjadi Geisha. Masih bingung?  Coba lihat dulu gambarnya, mungkin tau.
Nah ini lah Geisha. Sudah tau kan?  Minimal sudah pernah lihat di TV lah ya. Kalau belum, boleh googling dulu tentang Geisha.

Kita juga dibawa ke tempat dimana mereka biasa akan dipanggil. Jadi mereka akan dipanggil kemudian di jemput dengan mobil private yang dimana kacanya sangat buram sehingga kita tidak bisa melihat ke dalam. Mereka juga masuk melalui pintu belakang agar tidak menjadi perhatian banyak orang.
Saya sempat penasaran bagaimana dengan harga-harga makanan disini. Saya menemukan beberapa restoran yang meletakkan menu makanan mereka di depan pintu dan ternyata harganya GILA! bisa 2 sampai 3 kali lipat dari harga yang biasanya kita makan. Makanan Jepang biasa sudah mahal-mahal, ini 2x lipat lebih mahal dari yang mahal? Pantes saja yang makan disini adalah orang-orang kaya yang makan saja harus dilayani Geisha.

Nah, tapi kami tidak dinner di sini nih. Kami sudah minta ke tour guide untuk bawa kami makan makanan khas Jepang. Yaitu: SUSHI!. Kami berangkat dari Kyoto kembali ke Osaka. Di Osaka kami berhenti di sebuah stasiun namanya: Umeda. Nah Umeda ini merupakan pusat perbelanjaan. Kira-kira bagi teman yang pernah ke Singapore pasti tau Orchard Road ya. Ini seperti Orchard Roadnya Singapore. Bedanya, lebih besar, lebih ramai, pokoknya wah deh.
Ini kira-kira penampakan pada saat siang hari. Perhatikan di sebelah kanan gambar ada mall yang namanya : Yudobashi-Umeda. Di sana merupakan pusat jualan barang-barang teknologi seperti komputer, laptop, game console, dan lain-lain yang akan saya ceritakan di blog selanjutnya mengenai ini.

Kami berjalan sekian menit mencari restoran Sushi. Mallnya sungguh besar ya, kalau tidak tau jalan pasti nyasar. Tapi tenang aja, kami ada tour guide jadi gak bakal nyasar.

Nah saya mau cerita sedikit tentang sushi di Jepang. Berbeda dengan sushi yang ada di luar Jepang, baik di Singapore maupun di Indonesia. Saya jarang makan sushi daging mentah karena ada semacam bau amis yang saya jijik. Tapi , tapi. Tidak untuk di Jepang! Saya makan banyak bahkan daging-daging mentah disini. Erm, tepatnya tidak ada pilihan yang tidak mentah kecuali kamu order manual.

Pertama, kami diberitahu dimana letak wasabi, kecap, bumbu-bumbu lainnya jika dibutuhkan. Tak seru dong makan sushi tanpa wasabi? Kalau biasa di Batam tuh makan di Sushi Tei pasti saya akan ambil wasabi. Tidak banyak, tp lumayan lah. Jadi saya pun mengambil sebanyak yang saya ambil di Sushi Tei. Ketika sushi di curcol ke wasabi, kemudian saya masuk ke dalam mulut. Kamu tau apa yang terjadi? Gak tahan! Saya hampir nangis di tempat. Begitu juga dengan sepupu saya. Gak tahan coy! Adik saya sih lebih bijak, dia tau dia ga bakal tahan, jadi dari awal sudah tidak pakai wasabi. Hahaha. Tapi kalau kalian ke Jepang. Sushi itu wajib pokoknya!

Saat bayar pun menjadi pengalaman yang sungguh menarik buat kita. Biasanya di Singapore atau pun Sushi Tei, si pelayan akan hitung berdasarkan warna piring dan dihitung secara manual. Di Jepang, si pelayan akan membawa sebuah alat handheld, kemudian  melewati di bagian piring-piring yang ditumpuk dan langsung print out nominalnya. Saya menghabiskan kira-kira 1.200 yen yang kira-kira 150.000 rupiah. Seperti yang bisa dilihat di foto, saya makan sampai 9 piring dan cuma bayar 150.000 rupiah. MURAH!

Tidak cuma canggih dan alatnya. Ketika kami ditanya oleh kasir kalau kami dari mana (pastinya menggunakan bahasa mandari) karena kebetulan kasirnya adalah orang Chinese. Saya jawab kami dari Indonesia. Dengan senangnya dia sambut kami karena cukup menarik bagi dia kalau orang Indonesia bisa berbahasa mandarin. Saya katakan, saya memang orang Indonesia, tapi keturunan tionghoa. Kami juga nonton TV dari Singapore yang berbasis mandarin. Di rumah sehari-hari juga menggunakan mandarin. Dia cukup kagum mendengar cerita-cerita saya. Hampir saja dia lupa dia sedang bekerja jadi kasir. Hahaha. Memang saya harus akui bahwa Mandarin sudah hampir jadi bahasa kedua Internasional. Saya pun tidak menyangka bisa menggunakannya di Jepang.

Pengalaman kami melewati Umeda Crossing dimana ramai sekali orang juga tidak dapat kami lupakan. Kalau yang penasaran bisa search di Youtube bagaimana ramainya Umeda Crossing.

Sekian saja blog kali ini. Sampai jumpa di blog berikutnya. See ya!

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Trip To Japan Part 1

Favorite Hero Mobile Legend - Hilda

Trip To Japan Part 2